Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh,
Saya hanya ingin berbagi cerita tentang sosok ibu guru mengaji yang sederhana yang begitu tabah menjalani hidup tanpa pernah meminta-minta…
Selang beberapa lama sesudah selesai membereskan kepindahan saya ke kota ini kira-kira 15 tahun lalu, saya mencari seorang guru untuk mengajar mengaji anak-anak saya. Tetangga saya mengenalkan saya kepada bu Wawang…, seorang ibu guru ngaji yang keliling dari rumah ke rumah di kompleks tempat saya tinggal. Saat itu tetangga saya memberitahu, dia memberikan ‘upah’ pada bu Wawang hanya sebesar rp.25.000/bulan saja untuk dia dan beberapa orang anak-anaknya sekaligus. Saya diwanti-wanti agar supaya saya jangan merusak ‘harga’ di kompleks itu. Hmmm… Memang guru ngaji tidak boleh memasang tarif, tetapi sungguh saya sendiri tidak tega untuk memberi ‘upah’ sebesar itu, bukan juga hidup saya berlebihan, tapi masa iya untuk urusan modal akhirat, koq yaa tega hanya dinilai ‘minim’ begitu.. Diam-diam saya memberikan lebih dari itu.. Maaf ya teman, saya hanya berusaha untuk menghargai jerih payah beliau…
Sampai hari ini, ibu Wawang masih datang ke rumah untuk mengajar si adek dan mba-mba di rumah. Jadi sudah berapa orang pembantu di rumah yang ‘lulusan’ Quran didikan Bu wawang.
Sosok bu Wawang sendiri, sederhana, baik hati, tidak pamrih.. Seorang ibu yang menghidupi beberapa anaknya sendirian setelah suaminya meninggal. Macam-macam cobaan hidupnya, beliau begitu tabah menghadapinya. Sudah berapa tahun lalu sang suami meninggal dunia, dan Lebaran tahun lalu anak perempuannya menyusul, meninggal dunia karena kanker otak. Anak-anaknya yang lain bekerja untuk hidup..ada yang sebagai pembantu RT, ada yang sebagai penjual bubur/ kupat tahu, tapi ada satu yang berjuang hingga mencapai sarjana nya, bu Wawang begitu gigih memperjuangkan agar keinginan keras anaknya ini bisa terwujud. Saya hanya berusaha membantu agar mereka bisa dibebaskan dari biaya kuliah karena berasal dari keluarga miskin, hingga akhirnya tercapailah cita-citanya menjadi sarjana.
Alhamdulillah…
Berkaca-kaca mata bu Wawang menceritakan keberhasilan anaknya dengan terharu… Sang anak sekarang sudah menikah. Saya sempatkan hadiri saat acara pernikahannya yang sederhana, di masjid tempat bu Wawang mengajar, saat itupun saya menyaksikan bagaimana keluarga sholeh ini.
Hingga saat ini, ibu Wawang masih ikut membantu saya tiap-tiap bulan Ramadhan dan hari-hari lebaran, dimana saatnya si mba-mba pulang kampung, dimana saat-saatnya semua orang kecarian jasa pembantu. Beliau mengajak anak dan cucunya menjaga dan membantu-bantu di rumah. Begitu juga saat-saat saya menunaikan ibadah hajji atau umroh saya, beliau bersedia ikut menemani/mengawasi anak-anak dan mba-mba di rumah, sambil mengajarkan mengaji… Saya termasuk beruntung memilih bu Wawang sebagai guru mengaji Quran untuk anak-anak, yang juga dengan senang hati mengajar pula pembantu-pembantu dan supir saya beserta anak-anaknya.., biar mereka juga membiasakan selalu membacakan ayat-ayat suci di rumah. Agar pembantu-pembantu saya pintar mengaji, belajar akidah dan lain lain…
Biar sampai kapan rezeki saya ada, saya niatkan tetap meminta kesediaan beliau mengajar mengaji, juga mengajarkan akhlak pada pembantu-pambantu di rumah, menitipkan rumah kapan saya perlu. Beliau pula yang setiap malam-malam di akhir bulan Ramadhan, sudah terjaga saat saya kembali dari i’tikaf di masjid jam 2-3 pagi… Beliau juga yang sangat mendukung kegiatan Mukena Resik saya… Terima kasih ya bu…
Saya banyak bercermin dari beliau tentang menjalani hidup, juga bagaimana kekuatan doa seorang ibu untuk anak-anaknya..
Banyak hal yang bisa kita ambil dari orang-orang kecil seperti bu Wawang ini.. Yang tidak pernah meminta-minta biarpun kesusahan melanda mereka…
Barokahi umurnya bu Wawang, kasihani dia, sayangi dia ya Allah…..
Wass,De-eS,04022012, Bandung
(Renungan diri, mensyukuri peran ‘orang kecil’ dalam hidup saya)
ya allah.. subhanallah