“Menjadi ‘baik’ saja tidak cukup….”
Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh..
Manusia tidak cukup hanya menjadi “baik” kepada sesama, untuk mencapai akhirat dengan selamat.
Manusia tidak cukup hanya dengan “kaya” bisa menjadi aman dan selamat kehidupan duniawi nya.
Sungguh, manusia itu juga perlu ‘iman” untuk mencapai aman, tenteram dan barokah. Bukan hanya ‘iman’, yang percaya adanya sang pencipta, pada Allah saja, tetapi yang diiringi dengan memenuhi dan menjalankan kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, dan batasan-batasan. Selain percaya pada Allah, percaya/iman juga kepada lima yang lain seperti diatur dalam Rukun Iman bagi kita semua sebagai muslim. Plus syariatnya Rukun Islam, lantas diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Renungan ini berawal dari ucapan seorang teman, “aah… yang penting kita berbuat baik saja terhadap orang, tidak menyakiti, tidak mengkhianati…itu sudah cukuplah”.
Apa iya cukup? sudah sampai akhir umurnya kah dia, hingga dia bisa yakin dia akan benar-benar selamat? Mungkin dia tidak mengerti atau tidak mengimani adanya hari akhir, Hari Perhitungan nanti…
Andaikan saat terakhir nanti, dia bisa menceritakan pengalaman hidup yang mengandalkan perbuatan baik lantas benar menjadi ‘aman’ di dunia dan akhirat…
Andaipun bisa menceritakan apa yang dia ‘saksikan’ saat akhir hidup nya, plus beberapa “penampakan” yang seperti film menari-nari dihadapan dia saat dalam kubur nya .. seyakin-yakinnya, dia akan ralat ucapannya (andai bisa)…Benar!
Andai bisa, diapun ingin kembali lantas memperbaiki kualitas hidupnya.. Dan itu sangat terlambat, teman.
Ada lagi seorang teman yang kaya, yang membiasakan sedekah pada orang lain, menyantuni anak yatim sebagai andalannya, dan rajin
menolong kerabat/teman dan siapapun yang membutuhkan pertolongan darinya tanpa…diiringi sholat 5 waktu, tidak menunaikan hajji, dan menjalankan kewajiban-kewajiban lain. Sia-siakah perbuatan amal nya?… Tentu tidak, tetapi tidak cukup dengan hanya berbuat baik ini, untuk menjadi aman mencapai akhirat… Lantas, Bagaimana cara dia menunjukkan bahwa dia memerlukan Allah? Atau memang dia tidak membutuhkan Allah, karena sudah hidup berlebihan..yang dia rasa diperolehnya ‘tanpa pertolongan Allah’?…. Entahlah..
Sedikit cerita lain dari teman, tentang bagaimana cara temannya yang kaya raya dan sholeh menegur teman lainnya (yang hidup sederhana) yang tidak mau melaksanakan sholat,… Begini kalimat nya kira-kira: “kamu itu sudah ‘kere’, tidak mau beribadah pula…di dunia saja sudah tidak nikmat, bagaimana kamu di akhirat nanti? Apa enaknya hidup seperti itu?… Kalau aku, alhamdulillah berkecukupan dan insya Allah aku mau terus beribadah untuk memohon rahmatNya dan mencapai surgaNYA”.
Dari kalimat ini lah sang teman lain tadi tergerak untuk mulai beribadah memenuhi kewajiban. Kenyataannya setelah sang teman tadi memulai beribadah, perlahan-lahan dia menikmati ‘kenyamanan’ lahir bathin yang tidak dia rasakan sebelumnya.
Ini hanya penyampaian cerita yang tidak dengan maksud untuk menggurui, tapi untuk dijadikan renungan… Apalagi bagi orang-orang yang sudah dari ‘sono’nya memang disaksikan banyak orang sebagai manusia yang baik hati, dari keturunan yang memang berkecukupan pula. Duuuh… alangkah sempurnanya bila dihiasi dengan ‘iman’, taat beribadah… subhanallah.. Modal nya kuat untuk menjadi kombinasi yang sempurna…
Mereka dengan mudah menjalankan semua kewajiban, bisa melaksanakan hajji, bahkan meng-hajjikan orang lain.., bisa membayar zakat, infaq dan shodaqoh. Pada akhirnya harta yang berlimpahpun barokah adanya, mereka menikmati dunia dan akhirat. Dunianya aman, akhiratnya surga. Tidak sedikit kenalan saya yang seperti itu,…membuat iri.. tentu iri yang diperbolehkan pada orang-orang pilihan seperti ini. Kombinasi yang sempurna tadi.. baik hati, kaya raya, sholeh/sholehah…
Bukan berarti, Surga hanya bisa diperoleh oleh orang-orang kaya lho…. saya hanya menyebutkan kombinasi sempurna tadi. Tentu bagi orang-orang yang ‘biasa’ atau miskin, yang sholeh/sholehah, yang disaksikan baik lahir dan bathinnya, tentunya akhirat nya baik pula. Walaupun seandainya mereka tidak mampu berzakat, tidak infaq..,tidak mampu hajji…mereka masih punya banyak andalan ibadah yang menggantikan keutamaan itu semua. Ada hadis yang menegaskan tentang hal ini, dari Ibnu Abbas, dia berkata: “suatu hari orang-orang kafir datang kepada Rasulullah saw dan berkata:’hai Rasulullah, orang-orang kaya sholat seperti kami sholat, berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki banyak harta sehingga mereka bisa bershodaqoh dan menginfaqkan hartanya. Lalu Nabi saw bersabda: ketika kalian telah selesai sholat maka ucapkanlah ‘subhanallah’ 33x, ‘alhamdulillah 33x, ‘Allahu akbar 33x, laa ilaha illallah 10x, maka kalian bisa menyusul -pahalanya- orang kaya yang bershodaqoh dan menginfaqkan hartanya itu. (HR An-Nasai juz 3 halaman 78). Bahkan mereka, lebih dulu masuk surga, dibandingkan orang-orang “kaya” yang sholeh tersebut tadi.
Sebaliknya dari contoh diatas, masih banyak pula yang terlihat rajin beribadah, terlihat sholeh/sholehah, tapi tidak perduli dengan hubungan dengan sesamanya, baik itu kepada pasangannya, saudara, keluarga, tetangga, teman, dan lain sebagainya. Tidak menjaga lisan, tidak menjaga sikap apalagi membantu kekurangan sekitarnya. Hingga terkadang fungsi dan image ‘kopiah’ atau ‘jilbab’ nya, dipertanyakan…dianggap sia-sia… Padahal itu hanya kesalahan segelintir orang, yang ‘mungkin’ masih harus membenahi cara wudhunya, cara sholatnya..atau mempelajari kitabul adab atau kitab-kitab lain yang berkaitan…wallahu ‘alam…
Wass, De-eS, Juni 2012
(Renungan diri saat menyadari masih banyak orang yang hanya mengandalkan ‘perbuatan baiknya’ saja untuk mencapai Surga)
Assalamu’alaikum..
Mohon maaf, izin share ya. Terimakasih. Wasalam.
Silahkan… semoga barokah.
Silahkan..